Bula - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan “ambruk” tercatat 4 kuartal ekonomi kita dilaporkan menurun sebagai dampak dari pandemi Covid-19. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 0.5%, sementara SDGs Center UNPAD memproyeksikan antara 1.0 – 1.8%. Jauh melampaui pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama beberapa tahun terakhir yang berada di kisaran 5%. Sebagai dampaknya, berbagai agenda pembangunan seperti pengentasan kemiskinan dan peningkatan IPM akan mengalami gangguan serius.
Di Maluku turut mendapat imbas dari siklus ekonomi Nasional sehingga itu tidak terkecuali di Kabupaten Seram Bagian Timur sendiri angka Pengangguran diprediksi akan meningkat dari 19% di tahun 2019 menjadi 12% dalam skenario terparah ditahun- tahun mendatang.
Menurut JAVET DJEMMI PATTISELANNO anggota DPRD Provinsi Maluku F-PDIP pada kegiatan Dialog Publik yang digelar oleh Gerakan Pemuda Islam (GPI) Kabupaten Seram Bagian Timur dengan tema "Menentukan Formulasi Ekonomi SBT ditengah Pandemi Covid-19" di Cafee & Resto Sigafua, Bula (5/8/2021).
"Pandemi Covid-19, efeknya akan bervariasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Dirinya memaparkan data BPS Kab. Seram Bagian Timur tahun 2020, Dimana angka kemiskinan di SBT berjumlah 26.230 jiwa dari total penduduk 137.972 sehingga ada 19% Penduduk miskin di SBT dan ini akan bertambah terus setiap tahunya" tutur Djemmi.
Lebih lanjut Djemmi ingin menawarkan agar Kab. SBT dapat membentuk minimal 7 kawasan ekonomi dari aspek potensial wilayah.
"Harusnya ada 15 kawasan sesuai jumlah kecamatan di SBT, tapi setidaknya minimal kita usahakan 7 kawasan dulu untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, sagu sebagai pangan lokal harus menjadi perhatian serius pemerintah" jelas Djemmi.
Menurut Djemmi karena SBT bukan daerah padat penduduk sehingga produksi pertanian terutama tanaman pangan, secara alamiah tidak akan separah sektor lain ketika terjadi krisis. Ini terjadi karena sifat barang-barang pertanian tanaman pangan yang elastisitas permintaannya rendah. Ketika ekonomi mengalami periode booming, permintaannya tidak akan meningkat pesat, demikian pula ketika terjadi resesi, permintaannya tidak akan menurun drastis.
Dirinya juga menimpali anggapan bahwa warga SBT itu "malas" sebenarnya itu pendapat yang keliru, sebap masyarakat juga butuh kepastian produksi akan menghasilkan keuntungan bukan sebaliknya, sehingga Interfensi pemerintah juga sangat dibutuhkan, misalkan menyediakan pasar atau memanfaatkan Perusda sebagai pihak ketiga.
Jika masyarakat dan pemerintah dapat bersinergi maka kita dapat menghadapi bencana covid-19 secara bersama-sama, coba kita mulai dari sudut pandang urgensi, pertanian adalah sektor penopang ketahanan pangan (food security) yang akan krusial di kala krisis ekonomi. Ini bukan hanya sebatas bertahan hidup tapi juga masalah asupan gizi masyarakat.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga belum menunjukkan kepastian kapan berakhir, sehingga pencabutan restriksi sosial/PPKM bisa saja akan tertunda-tunda.
kesimpulanya menurut Djemmi, "pertama, Kita harus menghindari krisis Covid-19 berubah menjadi krisis pangan. kedua, pembangunan kawasan ekonomi adalah upaya menurunkan intensitas kemiskinan yang tinggi di pedesaan. ketiga, Mempertahankan aktivitas ekonomi di pedesaan menjadi relevan agar peningkatan angka kemiskinan tahun ini dapat diredam". Tutupnya.