Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Lemanya Pergerakan Mahasiswa Setelah 23 Tahun Reformasi

Oktober 13, 2021 | Oktober 13, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-10-13T06:01:50Z

Foto: Istimewa

Oleh: (Mustakim Rumasukun. (Ketua Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Maluku)


LIDIJOURNAL.ID - Setelah 23 tahun reformasi. Kini gerakan mahasiswa seolah sepi.  telah terjadi pergeseran cara mahasiswa dalam merespons isu-isu aktual di tengah masyarakat pasca-reformasi.


Perubahan sistem pendidikan disinyalir mempersempit ruang bagi mahasiswa menciptakan ruang diskusi bagi siswa untuk mengawal agenda reformasi. “Adanya batasan waktu kuliah dan bayaran yang makin mahal memengaruhi mahasiswa untuk lebih pragmatis,”


Saya Menilai terjadi pelemahan terhadap kekuatan koalisi masyarakat sipil dan gerakan mahasiswa setelah 23 tahun reformasi. 


Penyebabnya, oligarki politik yang membuat sejumlah aktivis yang turut menjatuhkan Orde Baru masuk ke dalam pemerintahan. Baik koalisi maupun gerakan mahasiswa pun menjadi terpecah-pecah. Akibatnya gerakan kurang masif, bahkan dianggap remeh oleh pemerintah.


 Makin terkikisnya ruang demokrasi di lingkungan kampus terjadi setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Keinginan untuk memperjuangkan kebebasan akademik dengan adanya otonomi kampus pun menjadi bergeser. Faktanya kebebasan di kampus justru hanya omong kosong belaka.


Belum Lagi, intervensi pemerintah dalam kehidupan di kampus kian nyata dengan menanamkan pengaruhnya dalam pemilihan pimpinan tertinggi di kampus. Ini terkait dengan keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Tata Cara Pemilihan Rektor yang mengatur jatah 35 persen suara menteri dan 65 persen suara senat untuk pemilihan rektor. Maka untuk menjadi rektor harus taat pada pemerintah karena ada persentase yang besar.


Pengaturan itu pun berdampak pada persoalan lain. kampus kini menghadapi isu soal sejumlah pimpinan yang terafiliasi pada partai politik atau organisasi massa, baik yang berada di kubu maupun oposisi pemerintahan. Kampus pun menjadi tempat pertarungan politik praktis di level elite. Hasilnya, menurut ruang diskusi dan demokrasi berdampak pada makin tumpulnya gerakan mahasiswa pasca-reformasi.


Gejala ini berpotensi pula menumbuhkan ekstremisme ideologi di mahasiswa. Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia, misalnya,  telah beberapa dekade menjadikan kampus sebagai tempat kaderisasi. Namun, kaderisasi sulit dilakukan ketika ruang diskusi dibuka lebar. tetapi enggak mempan karena kita banyak membaca, dari kiri sampai kanan, kami membaca semua.


Menilai organisasi mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil perlu berkonsolidasi kembali setelah 23 tahun reformasi. Sebab, gerakan mahasiswa diperlukan untuk mengawal dan mengontrol agenda pemerintahan, termasuk mengawal pelaksanaan agenda reformasi. “Kalau lemah, agenda pemerintahan tidak ada kontrol.


Lingkungan kampus perlu mewaspadai kian sempitnya ruang demokrasi di lingkungan kampus. Sebab, kampus rentang  menjadi  tempat Kaderisasi  organisasi ekstremis dan partai politik. Memang tidak besar, tetapi terorganisir,” Gerakan ekstremisme dan menyempitnya ruang demokrasi mahasiswa, pun menjadi tantangan baru bagi organisasi kampus setelah 23 tahun reformasi

×
Berita Terbaru Update