Jakarta- Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diminta tidak hanya sibuk membangun pencitraan yang tak mengakar.
Sebab, hingga saat ini, Institusi Bhayangkara masih teramat sering dirundung oleh berbagai persoalan pelik. Terutama persoalan yang disebabkan dan diakibatkan oleh para anggota Polri di masyarakat.
Hal itu ditegaskan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, saat menjadi Pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Indonesia Youth Democracy Institute.
Dalam FGD yang mengangkat Tema ‘Membedah Realitas Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerja Polri’, yang digelar di Kedai Mie Aceh Cikini, Jakarta Pusat, pada Kamis 16 Desember 2021 itu, terungkap adanya praktik-praktik kekerasan, dugaan suap, dan pelanggaran kewenangan atau abuse of power yang sering dilakukan anggota Polri di masyarakat.
“Kata siapa kinerja Polri sudah bagus? Belum. Kita malah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk fokus memberantas berbagai praktik kekerasan, dugaan pemerasan, dan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota Polri itu sendiri,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
Tak perlu muluk-muluk, lanjut Sugeng Teguh Santoso yang juga Ketua Umum Peradi Pergerakan itu, Kapolri Listyo Sigit sebaiknya membereskan kinerja internalnya agar tidak malah sibuk dengan persoalan-persoalan Polri itu sendiri.
“Sebab, tidak akan bisa dipoles seindah apa pun kinerja Polri, jika di internal sendiri amburadul dan malah Polri sendiri yang menjadi biang banyak persoalan di masyarakat,” jelas Sugeng Teguh Santoso Saat pemaparan diskusi Publik di ruma makan Mie Aceh Cikini Jakarta Pusat Kamis 16/12/2021
Sugeng Teguh Santoso yang juga berprofesi sebagai Advokat itu menyebut, seperti rencana Kapolri hendak membentuk desk khusus untuk penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi, itu sangat kurang pas.
Sebab, lanjut pria yang akrab dipanggil dengan inisial STS ini, tindak pidana korupsi itu sudah ada lembaga yang menanganinya. Dan sudah banyak pengawasan dari berbagai lembaga, termasuk dari masyarakat untuk mengawasi kinerja pemberantasan korupsi.
“Lagi pula, penanganan kasus-kasus korupsi kan bukan core business dari Polri. Ngapain bikin desk khusus di Polri untuk pemberantasan korupsi? Lebih baik, fokus pada tugas dan fungsi utama Polri saja. Untuk menjaga kamtibmas, dan melayani masyarakat. Jangan malah kadi Polisinya yang jadi biang masalahnya,” beber Sugeng Teguh Santoso lagi.
Meski pun di era Kapolri Jenderal Listyo Sigit ini sedang diupayakan berbagai upaya pembenahan dan pencitraan Polri yang baik, menurut Sugeng Teguh Santoso, hal itu tidak akan mampu meningkatkan trust atau kepercayaan masyarakat, terutama masyarakat pencari keadilan, atas kinerja Polri.
“Jadi, sebaiknya Kapolri benahi internalnya dulu deh. Bersihkan internal Kepolisian dari praktik-praktik pelanggaran. Jangan malah mengurusi yang bukan core businessnya sebagai Polri,” tandas Sugeng Teguh Santoso.
Selain Sugeng Teguh Santoso, pembicara yang hadir dalam FGD ini adalah Praktisi Hukum yang juga Aktivis Senior ProDem, Effendi Saman, dan Jurnalis Senior Jhon Roy P Siregar.
Effendi Saman menyatakan, tugas utama Polri sudah sangat jelas diterangkan dalam Undang-Undang Kepolisian, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, tentang Polri.
Di dalam Undang-Undang itu, lanjut Effendi Saman, tidak ada tugas Polri untuk melakukan penegakan hukum. Tidak secara spesifik disebutkan bahwa Polri adalah juga bertugas mengurusi urusan penegakan hukum.
“Namun, hari ini, Polri semua dicampuradukkan. Semua urusan diurusi. Sebaiknya, Polri kembali dan lakukan saja tugas utamanya sebagai Polri. Jangan melenceng ke sana kemari,” ujar Effendi Saman.
Selain itu, berbagai persoalan yang rumit-rumit, justru malah terjadi dan atau bisa disebabkan oleh anggota Polri itu sendiri.
Karena itu, posisi dan kinerja Polri harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan secara progresif revolusioner.
Sedangkan Pembicara Jhon Roy P Siregar, memaparkan bahwa sepanjang tahun 2021 saja, sangat banyak laporan masyarakat yang masuk ke Korps Bhayangkara, namun tidak ditindaklanjuti, dan sering kali tidak jelas seperti apa penyelesaiannya di dalam.
“Tidak bisa dipungkiri, ada bejibun fakta-fakta buruk, yang tak terbantahkan, yang dilakukan anggota Polri di masyarakat. Hampir setiap hari kini, ada saja perilaku buruk dan pelanggaran oknum Polri yang viral,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Lihat saja, lanjut pria yang merupakan wartawan di Media Nasional Harian Rakyat Merdeka ini, dari sekian banyak lembaga masyarakat yang melakukan advokasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atau LBHI, KontraS, Elsam, Masyarakat Adat, dan lain sebagainya, semua memiliki laporan dan atau pengaduan mengenai tingginya pelanggaran dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Polisi.
“Anehnya, hari-hari ini, masyarakat melihat Polisi malah sibuk mengurus persoalan yang merupakan persoalannya sendiri. Yakni persoalan-persoalan yang ditimbulkan atau diakibatkan sendiri oleh anggota Polisi itu,” tutur Siregar.
Melihat sejumlah penanganan laporan di kantor-kantor Kepolisian, Jhon Roy P Siregar mengatakan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Polri masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Siregar mengusulkan, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit hendaknya melakukan perubahan besar-besaran dengan merekrut para calon anggota Polisi dari minimal lulusan Sarjana atau Strata I.
“Bukannya mau membanding-bandingkan dengan Kejaksaan ya, tapi memang di Kejaksaan Republik Indonesia itu, yang direkrut ya minimal yang sudah lulusan S1. Bahkan, saat ini Jaksa Agung Republik Indonesia Prof Dr Sanitiar Burhanuddin mendorong agar ke depan, Jaksa itu harus minimal lulusan S2. Nah, hal yang sama sebaiknya dilakukan di Kepolisian,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Karena itu, Siregar pun mengatakan, jika ada hasil-hasil survei hari ini yang merilis betapa suksesnya Polri dalam kinerjanya, maka hasil survei seperti itu sangat layak dipertanyakan.
“Sebab, bisa jadi hasil survei seperti itu memang titipan, atau hasilnya memang manipulatif. Hasil survei yang riil itu ya langsung saja tanya dan lihat ke masyarakat. Betapa masih buruknya kinerja Polri di mata masyarakat. Betapa tingkat kepercayaan masyarakat masih sangat rendah terhadap institusi Polri,” jelasnya.
Selain itu, katanya lagi, orang-orang berbondong-bondong hendak melamar jadi anggota Polri, dikarenakan ingin memperoleh uang dan kekuasaan.
“Kita bisa cek dan lihat dari orang-orang terdekat kita masing-masing saja. Lihat dan tanyakan motivasi mereka jika hendak melamar menjadi calon anggota Polri. Rata-rata karena uang, pengen cepat kaya, pengen memiliki kuasa dan bentak-betak orang. Itu kebanyakan motivasinya,” ujar Siregar.
Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan IndonesiaYouth Democracy Institute, dengan tema ‘Membedah Realitas Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerja Polri’ ini dimoderatori oleh Praktisi Hukum Rapen AMS Sinaga