Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Aktivis JARNAS Menilai Tuntutan JPU Potensi Kriminalisasi Penambang Sukabumi

Februari 05, 2023 | Februari 05, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-02-05T07:01:04Z

 

Foto : Irwan A. H. Molle, SH. Aktivis JARNAS.

ALFATIHNET.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Kajian Pertambangan Rakyat Jaringan Nasional (Kabid PR JARNAS) setelah membaca Poin Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Cibadak nyata kriminalisasi terhadap penambang rakyat, minggu 5/2/2023


Menurut Irwan, Jaksa Penuntut Umum (JPU)  mendakwa mereka dengan pasal pertambangan ilegal dengan tuntutan 1 tahun 6 bulan subsider denda 100 juta rupiah.


Pasalnya, setelah membaca poin dakwaan JPU menyebutkan bahwa berdasarkan pasal 35 ayat (3) huruf c dan Huruf g UU RI No 03 Tahun 2020 Perubahan atas undang-Undang No 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan Usaha Penambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat,sebagaimana ayat (2) huruf c terdiri atas : IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian dan izin pengangkutan dan penjualan. 


Selanjutnya pada pasal 104 ayat (1) dan ayat (2) UU RI no 3 tahun 2020 Perubahan atas undang-Undang No 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan perubahan pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 dapat melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian sendiri secara terintegrasi atau bekerja atau bekerja sama dengan pemegang IUP dan IUPK lain.


Ketika melihat isi Dakwaan Irwan Abdul Hamid, S.H., menilai JPU tidak paham soal pertambangan rakyat. ia mengatakan pada Pasal 1 angka 32 UU 4/2009 mendefenisikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai bagian dari WP tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan. Bahwa pasal tersebut ingin menerangkan bahwa penambangan rakyat hanya boleh dilakukan dalam WPR (Tidak boleh dalam WIUP atau WPN), dan WPR tersebut harus merupakan bagian dari WP yang sesuai dengan tata ruang nasional.


mengutip fakta persidangan, bahwa para penambang rakyat tersebut telah memiliki izin IPR sejak 16 Januari 2022, sementara dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum secara jelas disebutkan waktu perbuatan tindak pidananya (Tempus delicti) terjadi pada 24 April 2022 diperkuat dengan terbitnya Keputusan Menteri No 96 K-MB.01-MEM.B-2022 tentang Wilayah Pertambangan Rakyat Provinsi Jawa Barat san menetapkan :

a. Wilayah Usaha Pertambangan 

b. Wilayah Pertambangan Negara, dan

c. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)


Hal ini jelas menciderai rasa keadilan dan aspek kepastian hukum, khususnya terkait regulasi pemerintah tentang pertambangan rakyat, yakni bahwa IPR yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah (Kementerian ESDM Pusat) sama sekali diabaikan atau tidak dianggap sebagai sebuah produk hukum yang mengikat dan berkekuatan hukum. 


Kemudian, Irwan berpandangan bahwa dakwaan dan tuntutan JPU tersebut adalah jelas - jelas bertentangan dengan Regulasi Pemerintah Republik Indonesia. Perkara ini jangan sampai terkesan hukum tajam ke rakyat dan humanis ke pengusaha, sambungnya.


Ungkapan bijak ia akhiri dalam rilisnya yaitu " Apabila keadilan lemah, prasangka menjadi kuat." dan Betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah serta statemen kepala Kejaksaan Agung jangan sampai hukum tajam ke rakyat dan humanis ke pengusaha.


Bahwa perjuangan mereka bukan hanya terkait kepastian hukum, akan tetapi demi keadilan, tutupnya. (IAM).

×
Berita Terbaru Update