![]() |
Gambar: aksi demonstrasi dari Gerakan Mahasiswa Hukum Cinta Tanah Air (GEMAH CINTA TANAH AIR) di depan Mabes Polri pada kamis, 16/01/2025. |
JAKARTA - Gerakan Mahasiswa Hukum Cinta Tanah Air (GEMAH CINTA TANAH AIR) menggelar aksi unjuk rasa Jilid dua di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), pada kamis, 16 Januari 2025.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolres Kabupaten Buru, AKBP Sulastri Sukidjang, SH., SIK., MM., beserta mengevaluasi jajaran kepolisian dilingkup polres kabupaten Buru.
Koordinator aksi, A. Malik, kepada awak media setelah bertemu audensi dengan humas Mabes Polri(Markas Besar Kepolisian) menyatakan bahwa Kapolres Buru dan jajarannya dinilai gagal menegakkan supremasi hukum terkait maraknya aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku.
Menurutnya, pembiaran terhadap tambang ilegal tersebut telah mencederai kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Empat Poin Tuntutan Dalam aksi tersebut, GEMAH CINTA TANAH AIR menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Mendesak Kapolri untuk segera mengevaluasi Kapolres Kabupaten Buru beserta jajarannya karena diduga melakukan pembiaran terhadap masuknya bahan kimia berbahaya berupa sianida dan mercuri untuk pengolahan tambang ilegal di Gunung Botak.
2. Meminta Aparat pengak hukum (APH) memanggil dan memeriksa anggota TNI-Polri yang diduga terlibat membekingi mafia tambang ilegal gunung botak kabupaten buru.
3. Menuntut penangkapan dan penahanan terhadap para mafia tambang ilegal di Gunung Botak.
4. Mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Kabupaten Buru karena dianggap gagal menegakkan hukum secara tegas dan adil.
5. Evaluasi Dandim 1506/Namlea atas duguan keterlibatan anggota TNI dalam membekingi mafai tambang ilegal gunung botak.
Dampak Tambang Ilegal
A. Malik menjelaskan bahwa aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak telah berlangsung sejak 2011 dan menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida (CN), merkuri (Hg), dan kapur tohor (HS). Selain mencemari lingkungan, aktivitas ini juga menyebabkan kerusakan ekosistem yang signifikan.
“Pelaku tambang ilegal bahkan menggunakan alat berat seperti excavator dan dump truck untuk mempercepat eksploitasi, yang semakin merusak lingkungan. Ironisnya, aparat kepolisian terkesan melakukan pembiaran,” ujar Malik.
Selain kerusakan lingkungan, aktivitas PETI juga telah menelan banyak korban jiwa selama 15 tahun terakhir. Namun, hingga kini, penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal masih lemah.
Pelanggaran Hukum yang Dibiarkan
Malik menyoroti pelanggaran sejumlah undang-undang, termasuk UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, dan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Polisi jangan tutup mata. Aktivitas PETI ini jelas melanggar hukum dan merugikan masyarakat, terutama masyarakat adat dan warga sekitar Gunung Botak,” tegas Malik.
Harapan Tindakan Tegas dari Kapolri Malik berharap Kapolri memastikan adanya evaluasi total terhadap Polres Kabupaten Buru, termasuk menindak tegas anggota polisi yang diduga terlibat dalam pembekingan aktivitas tambang ilegal.
“Tindakan tegas dari Kapolri akan menjadi pesan kuat bahwa hukum di Indonesia tidak boleh dipermainkan. Kasus serupa tidak boleh terjadi lagi di masa depan,” tutupnya.
GEMAH CINTA TANAH AIR juga menyatakan komitmen untuk terus mengawal isu ini melalui aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak segera ditindaklanjuti oleh Mabes Polri.